4 Bulan Sudah Berlalu
Seberapa
Bertahankah Kejujuran Fitri
Pada Semua Lapisan
Anak Anak Negeri Ini?
Secara etimologi Ied berasal
dari bahasa Arab artinya hari raya atau
suatu hari di mana pada hari itu dirayakan suatu
peristiwa penting
Fitri
artinya: Naturalitas suci yang menjadi dasar penciptaan segala yang ada:
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah yang hanif, tetaplah atas
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Dalam
ontologi Islam hari raya pertama yang dirayakan Ummat Islam adalah hari raya
yang diselenggarakan oleh Rasulullah saw bersama ummat Islam pada 1 Syawal
tahun ke 2 Hijrah, berlokasi di Ibu Kota Pusat Pemerintahan Islam Madinah
Munawwarah. Dan Allah telah mengabadikan ontologi ini dalam al Qur`an :
Dan
ingatlah tatkala kamu dalam keadaan sedikit dan lemah di bumi, takut disambar
manusia, lalu Allah melindungimu dan
memperkuatmu dengan pertolonganNya lalu memberimu sekalian rizki yang baik baik
agar kamu sekalian bersyukur (Al Anfal :26)
Sementara
menurut agama lain, seperti agama Koptic Mesir:
-
Ada hari raya Sigoras dan Matius, Sam`an, al Hubais, Mama, Syaiya,Sawiras,Hari
raya Nabi Musa, Toma.
-
Ada hari raya keluarnya Nabi Nuh dari perahu dan Kelahiran Siti Maryam as,
Basilius, Mikhail, Tadras, Espanus.
- Ada
hari raya
anak anak Persia, al Yashabat, Esthtu,
Agroepon, Susenan, Euphrat, Yuhanna
- Ada hari raya
Nabi Ya`qub dan Yusuf, Markus, Petrus, Zakaria, Ibrahim.
Dalam agama Sabea :
- Ada
hari raya; bintang kejora, Cancer, Timbangan, DLL.
-
Bahkan dalam agama lain ada hari raya;
waisak, nyepi, Imlek dll.
Dalam
Epistimologi Islam Para ulama telah meratifikasi kaedah epistimologi Iedul
Fitri sesuai sunnah dan manhaj Rasulullah saw
sebagaimana berikut:
1.
Dianjurkan
mandi, memakai parfum pakaian paling indah dan baik
2.
Makan makanan
kecil sebelum berangkat ke tempat shalat
3.
Keluar menuju
tempat sholat
4.
Wanita
wanita, tua muda dan anak anak turut keluar menuju tempat sholat tidak
terkecuali yang haid
5.
Pulang dari
tempat sholat melewati jalan berbeda dari jalan ketika berangkat
6.
Waktu shalat
Ied dari jam 07.00 – waktu shalat Dhuhur
7.
Tanpa Adzan
dan Iqomah
8.
Takbiratul
Ihram kemudian takbir 7 kali pada rakaat pertama dan 5 kali pada rakaat kedua
9.
Tidak ada
shalat apapun sebelumnya dan setelahnya
10.
Shalat Ied
shah bagi laki laki dan perempuan, musafir dan muqim, tua muda, sendiri atau
berjamaah, di masjid, di lapangan bahkan di rumah.
11.
Mendengarkan
Khuthbah setelah shalat
12.
Mengqodlo`
shalat Ied esok hari bila ternyata melihat hilal syawal setelah lepas tengah
hari
13.
Menggelar
berbagai macam aktifitas estetik seni; permainan, lagu lagu dan makan makan
yang bepotensi meneguhkan hati dalam Iman, Islam, Ihsan dan Ilmu.
Iedul
Fitri Dalam Aksiologi
Aksiologi adalah salah satu bagian
dari kaedah filsafat untuk menilai sesuatu mengandung "kebaikan" atau
"kebenaran" menurut pandangan
logika, etika dan estetika.
Menurut logika filsafat baik
filsafat moderen atau filsafat klassik Aksiologi hari raya Iedul Fitri bisa
saja dinilai mengandung
"kebenaran" tapi tidak mengandung "kebaikan"
atau hanya mengandung "kebaikan" tapi tidak mengandung
"kebenaran" atau mungkin bisa kedua duanya mengandung "kebenaran" dan
"kebaikan" atau tidak mengandung kedua duanya sama sekali.
Di sinilah nampak betapa
aksiologi filsafat tidak cukup mampu memberikan hak hak "kebenaran"
dan "kebaikan" kepada epistemologi syariat Islam secara tepat dan
sempurna.
Aksiologi
Filsafat senantiasa tidak mampu melakukan pendekatan penilaian terhadap
epistemologi Islam tanpa bersinergi dengan Aksiologi Islam secara total kaffah.
-
Aksiologi
filsafat dapat saja memandang baik dan benar ketika melihat epistemologi
keluarnya orang banyak ke suatu lapangan dengan semangat tinggi melantunkan
syiar syiar ritual yang menunjukkan pada eksistensi mereka.
·
tapi tidak
demikian dengan Aksiologi Islam karena Aksiologi Islam tidak cukup hanya
menilai sebuah epistemologi melalui perangkat logika, etika dan estetika. Ada
lagi sebuah perangkat yang tak dimiliki aksiologi filsafat, yaitu perangkat
akidah tauhid atau keimanan murni yang mengutamakan supremasi kejujuran.
Aksiologi Islam dapat memandang baik
dan benar epistemologi perkumpulan orang banyak
di lapangan bila dalam epistemologi
itu tidak ada aksiologi kemusyrikan, seperti aksiologi menyembah Allah
bersama patung patung dan benda benda paganis, mengagungkan Allah bersama
keagungan jabatan publik sosial,
membesarkan Allah bersama kebesaran dan banyaknya kekayaan, memuliakan
Allah bersama kemuliaan status rasial dan mensucikan Allah bersama dengan
kesucian kesucian epistemologi filosofis.
-
Aksiologi
filsafat dapat saja memandang dan menilai "baik"dan
"bener", terutama seperti suasana hari raya Iedul Fitri, aksiologi
orang banyak yang memakai pakaian baru tampak artistik, bersih dan etis, indah
penuh estetik, lincah,aktif dan logik.
·
Tapi
aksiologi Islam tidak akan memandang dan menilai "benar" atau
"baik" bila dalam aksiologi baju baru artistik itu tidak ada
kejujuran khusyuk dan ikhlas karena Allah swt.,tidak ada kejujuran kebersihan
etika merendah, tawadlu`, ruku` dan sujud transendental dalam bermuamalah dan
berhubungan langsung dengan Allah, tidak ada kejujuran keindahan estetika
aksiologi jilbab yang menutup kepala hingga punggung dan dada, atau kejujuran
aksiologi keindahan hijab yang menutupi seluruh anggota tubuh wanita Muslimah
hingga tampak indah penuh etik, lincah penuh estetik, aktif dan cerdas tapi
logik sesuai kaedah epistemologi dan aksiologi Islam.
-
Aksiologi
filsafat, tidak terkecuali filsafat moderen atau klassik, filsafat sinkretis
atau paganis, sebenarnya sudah tidak pantas lagi bahkan sangat ketinggalan dan
akan terpuruk bila tidak melakukan langkah langkah sinergis dan penyesuaian
dengan epistemologi dan aksiologi Islam.
-
Ketika
melihat aksiologi orang banyak dalam suasana hari raya Idul Fitri ini hamba
hamba Allah orang orang beriman tampak sangat etis berkomunikasi dengan Tuhan
mereka Allah yang memelihara dan mengangkat derajat mereka diliputi suasana
aksiologi etika transendental, datang menuju rumah Allah swt., berjalan tunduk
merendahkan pandangan penuh wibawa dalam kelembutan, setiap mendengar seru
panggilan adzan, karena harus melakukan shalat berjamaah, tegak bersama dalam
shaff barisan lurus dan rapi menghadapkan wajah kepada penciptanya, ruku`
serentak mengagungkanNya dan serasi
sujud meninggikanNya. Mereka dalam suasana aksiologi Islamic estetika
transendental sangat khas.
Demikianlah tampak pemandangan
Aksiologi Islam dalam Ihsan beretika tauhid berkomunikasi dengan Tuhan mereka
tanpa disertai unsur kemusyrikan sedikitpun.
-
Pada saat
yang sama tampak pula pemandangan Aksiologi Islam dalam Ihsan berestetika
kontinental berkomunikasi horizontal
dengan sesama. Walaupun mereka berkumpul di satu lapangan, laki laki
perempuan, tua muda, perjaka perawan dan
anak anak semuanya berlangsung dalam bingkai epistemologi dan aksiologi Islam
secara kaffah.
-
Mereka tampak berjabatan tangan penuh etik
tanpa melanggar batas kemahroman.
-
Mereka
berbusana indah penuh estetik tanpa memperlihatkan wilayah wilayah aurat yang
harus ditutupi dan tak boleh ditampakkan kepada publik.
-
Mereka saling
berbagi hadiah, berbagi aneka rejeki makanan, berbagi simpati dan perasaan
kebersamaan di bawah ayoman dan kerahmatan Allah Tuhan Rabbul `alamin.
Wahai Tuhan Rabb kami, kami beriman
terhadap apa yang telah Engkau turunkan (dari langit) dan kami telah mengikuti
Rasul, maka catatlah kami termasuk orang orang yang menjalankan kesaksian.
Amin.
Yogyakarta, 1 Syawal 1413H/ 8
Agustus 2013M
Oleh Saiful Islam,Lc.,M.hum.
Penulis
adalah pengajar pada Lembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Studi Islam Mahad Ali
Bin Abi Thalib Asia Muslim Charity Foundation bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar