Senin, 02 November 2015

ISLAMIC AKSIOLOGY STARTING REVITALIZATION OF ETHIC AND AESTHETIC'S EPISTEMOLOGY


4 Bulan Sudah Berlalu
Seberapa Bertahankah Kejujuran Fitri
Pada Semua Lapisan Anak Anak Negeri Ini?

Secara etimologi Ied berasal dari bahasa Arab artinya hari raya atau suatu hari di mana pada hari itu dirayakan suatu peristiwa penting
Fitri artinya: Naturalitas suci yang menjadi dasar penciptaan segala yang ada:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah yang hanif, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Dalam ontologi Islam hari raya pertama yang dirayakan Ummat Islam adalah hari raya yang diselenggarakan oleh Rasulullah saw bersama ummat Islam pada 1 Syawal tahun ke 2 Hijrah, berlokasi di Ibu Kota Pusat Pemerintahan Islam Madinah Munawwarah. Dan Allah telah mengabadikan ontologi ini dalam al Qur`an :
Dan ingatlah tatkala kamu dalam keadaan sedikit dan lemah di bumi, takut disambar manusia,  lalu Allah melindungimu dan memperkuatmu dengan pertolonganNya lalu memberimu sekalian rizki yang baik baik agar kamu sekalian bersyukur (Al Anfal :26)
Sementara menurut agama lain, seperti agama Koptic Mesir:
- Ada hari raya Sigoras dan Matius, Sam`an, al Hubais, Mama, Syaiya,Sawiras,Hari raya Nabi Musa, Toma.
- Ada hari raya keluarnya Nabi Nuh dari perahu dan Kelahiran Siti Maryam as, Basilius, Mikhail, Tadras, Espanus.    
-  Ada hari raya anak anak Persia, al Yashabat,  Esthtu, Agroepon, Susenan, Euphrat,  Yuhanna
-  Ada hari raya Nabi Ya`qub dan Yusuf, Markus, Petrus, Zakaria, Ibrahim.
Dalam agama Sabea :
 -  Ada hari raya; bintang kejora, Cancer, Timbangan, DLL.
- Bahkan dalam agama  lain ada hari raya; waisak, nyepi, Imlek dll.
Dalam Epistimologi Islam Para ulama telah meratifikasi kaedah epistimologi Iedul Fitri sesuai sunnah dan manhaj Rasulullah saw  sebagaimana berikut:
1.       Dianjurkan mandi, memakai parfum pakaian paling indah dan baik
2.       Makan makanan kecil sebelum berangkat ke tempat shalat
3.       Keluar menuju tempat sholat
4.       Wanita wanita, tua muda dan anak anak turut keluar menuju tempat sholat tidak terkecuali yang haid
5.       Pulang dari tempat sholat melewati jalan berbeda dari jalan ketika berangkat
6.       Waktu shalat Ied dari jam 07.00 – waktu shalat Dhuhur
7.       Tanpa Adzan dan Iqomah
8.       Takbiratul Ihram kemudian takbir 7 kali pada rakaat pertama dan 5 kali pada rakaat kedua
9.       Tidak ada shalat apapun sebelumnya dan setelahnya
10.   Shalat Ied shah bagi laki laki dan perempuan, musafir dan muqim, tua muda, sendiri atau berjamaah, di masjid, di lapangan bahkan di rumah.
11.   Mendengarkan Khuthbah setelah shalat
12.   Mengqodlo` shalat Ied esok hari bila ternyata melihat hilal syawal setelah lepas tengah hari
13.   Menggelar berbagai macam aktifitas estetik seni; permainan, lagu lagu dan makan makan yang bepotensi meneguhkan hati dalam Iman, Islam, Ihsan dan Ilmu.  
Iedul Fitri Dalam Aksiologi
            Aksiologi adalah salah satu bagian dari kaedah filsafat untuk menilai sesuatu mengandung  "kebaikan" atau "kebenaran"  menurut pandangan logika, etika dan estetika.
             Menurut logika filsafat baik filsafat moderen atau filsafat klassik Aksiologi hari raya Iedul Fitri bisa saja dinilai mengandung  "kebenaran" tapi tidak mengandung  "kebaikan"  
 atau hanya mengandung  "kebaikan" tapi tidak mengandung "kebenaran" atau mungkin bisa kedua duanya   mengandung "kebenaran"  dan  "kebaikan" atau tidak mengandung kedua duanya sama sekali.
               Di sinilah nampak betapa aksiologi filsafat tidak cukup mampu memberikan hak hak "kebenaran" dan "kebaikan" kepada epistemologi syariat Islam secara tepat dan sempurna.
Aksiologi Filsafat senantiasa tidak mampu melakukan pendekatan penilaian terhadap epistemologi Islam tanpa bersinergi dengan Aksiologi Islam secara total kaffah.
-          Aksiologi filsafat dapat saja memandang baik dan benar ketika melihat epistemologi keluarnya orang banyak ke suatu lapangan dengan semangat tinggi melantunkan syiar syiar ritual yang menunjukkan pada eksistensi mereka.
·         tapi tidak demikian dengan Aksiologi Islam karena Aksiologi Islam tidak cukup hanya menilai sebuah epistemologi melalui perangkat logika, etika dan estetika. Ada lagi sebuah perangkat yang tak dimiliki aksiologi filsafat, yaitu perangkat akidah tauhid atau keimanan murni yang mengutamakan supremasi kejujuran.
Aksiologi Islam dapat memandang baik dan benar epistemologi perkumpulan orang banyak  di lapangan bila dalam epistemologi  itu tidak ada aksiologi kemusyrikan, seperti aksiologi menyembah Allah bersama patung patung dan benda benda paganis, mengagungkan Allah bersama keagungan jabatan publik sosial,  membesarkan Allah bersama kebesaran dan banyaknya kekayaan, memuliakan Allah bersama kemuliaan status rasial dan mensucikan Allah bersama dengan kesucian kesucian epistemologi filosofis.

-          Aksiologi filsafat dapat saja memandang dan menilai "baik"dan "bener", terutama seperti suasana hari raya Iedul Fitri, aksiologi orang banyak yang memakai pakaian baru tampak artistik, bersih dan etis, indah penuh estetik, lincah,aktif dan logik.
·         Tapi aksiologi Islam tidak akan memandang dan menilai "benar" atau "baik" bila dalam aksiologi baju baru artistik itu tidak ada kejujuran khusyuk dan ikhlas karena Allah swt.,tidak ada kejujuran kebersihan etika merendah, tawadlu`, ruku` dan sujud transendental dalam bermuamalah dan berhubungan langsung dengan Allah, tidak ada kejujuran keindahan estetika aksiologi jilbab yang menutup kepala hingga punggung dan dada, atau kejujuran aksiologi keindahan hijab yang menutupi seluruh anggota tubuh wanita Muslimah hingga tampak indah penuh etik, lincah penuh estetik, aktif dan cerdas tapi logik sesuai kaedah epistemologi dan aksiologi Islam.
-          Aksiologi filsafat, tidak terkecuali filsafat moderen atau klassik, filsafat sinkretis atau paganis, sebenarnya sudah tidak pantas lagi bahkan sangat ketinggalan dan akan terpuruk bila tidak melakukan langkah langkah sinergis dan penyesuaian dengan epistemologi dan aksiologi Islam.
-          Ketika melihat aksiologi orang banyak dalam suasana hari raya Idul Fitri ini hamba hamba Allah orang orang beriman tampak sangat etis berkomunikasi dengan Tuhan mereka Allah yang memelihara dan mengangkat derajat mereka diliputi suasana aksiologi etika transendental, datang menuju rumah Allah swt., berjalan tunduk merendahkan pandangan penuh wibawa dalam kelembutan, setiap mendengar seru panggilan adzan, karena harus melakukan shalat berjamaah, tegak bersama dalam shaff barisan lurus dan rapi menghadapkan wajah kepada penciptanya, ruku` serentak mengagungkanNya  dan serasi sujud meninggikanNya. Mereka dalam suasana aksiologi Islamic estetika transendental sangat khas.
       
Demikianlah tampak pemandangan Aksiologi Islam dalam Ihsan beretika tauhid berkomunikasi dengan Tuhan mereka tanpa disertai unsur kemusyrikan sedikitpun.  
-          Pada saat yang sama tampak pula pemandangan Aksiologi Islam dalam Ihsan berestetika kontinental berkomunikasi horizontal  dengan sesama. Walaupun mereka berkumpul di satu lapangan, laki laki perempuan,  tua muda, perjaka perawan dan anak anak semuanya berlangsung dalam bingkai epistemologi dan aksiologi Islam secara kaffah.  
-           Mereka tampak berjabatan tangan penuh etik tanpa melanggar batas kemahroman.
-          Mereka berbusana indah penuh estetik tanpa memperlihatkan wilayah wilayah aurat yang harus ditutupi dan tak boleh ditampakkan kepada publik.
-          Mereka saling berbagi hadiah, berbagi aneka rejeki makanan, berbagi simpati dan perasaan kebersamaan di bawah ayoman dan kerahmatan Allah Tuhan Rabbul `alamin.
Wahai Tuhan Rabb kami, kami beriman terhadap apa yang telah Engkau turunkan (dari langit) dan kami telah mengikuti Rasul, maka catatlah kami termasuk orang orang yang menjalankan kesaksian. Amin.                             
                                    Yogyakarta, 1 Syawal 1413H/ 8 Agustus 2013M                                                                                                                                                                                        
                                                                         Oleh Saiful Islam,Lc.,M.hum.
Penulis adalah pengajar pada Lembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Studi Islam Mahad Ali Bin Abi Thalib Asia Muslim Charity Foundation bekerja sama dengan  Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar