Minggu, 25 Oktober 2015

Signs to Believe In One God


وهو الذي أنزل من السمآء مآء
فأخرجنا به نبات كل شيء
فأخرجنا منه خضرا نخرج منه حبا متراكبا
ومن النخل من طلعها قنوان دانية
وجنات من أعناب والزيتون والرمان مشتبها وغير متشابه
انظروا إلى ثمره إذا أثمر وينعه
إن في ذلكم لآيات لقوم يعقلون
القرآن الكريم الأنعام 6\99
 It is  He
Who sendeth down rain
From the skies
Whit it We produce
 Vegetation of all kinds
From some We produce green crops out of
Which We produce
Close-compounded grain out of
The date-palm and its sheaths or spathes
Come clusters of dates hanging low and near
And then there are gardens of grapes and olives
And pomegranates, each similar in kind
Yet different in variety
When their begin to bear fruit
Feast your eyes with the fruit
And the ripeness thereof
Behold ! In this things there are Signs
For people who believe.
Qur`an Kariem Cattle 6/99

Sabtu, 24 Oktober 2015

Seri ( 5 ) PARTISIPASI HUKUM ISLAM DALAM UPAYA PENGEMBANGAN HUKUM PIDANA NASIONAL.




     Undang undang Hukum pidana Islam merupakan sekumpulan aturan yang diserap dari Al-Qur’an, sunnah Nabi dan sumber sumber yang diakui secara ontologis di dalam Ilmu Hukum Islam. 

      Hukum hukum inilah yang akan mengatur pola hidup mereka, menetapkan hak hak individu dan social, dan kewajiban yang harus mereka laksanakan dengan suka rela tanpa paksaan sebagai konsekwensi ikrar imannya kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul.
Sementara non muslim yang tinggal di Negara Islam, baik dengan status sebagai Dzimmi (Orang yang bergabung dengan masyarakat muslim agar dapat jaminan hukum) atau sebagai Musta’man(Orang yang bergabung dengang masyarakat muslim untuk mendapat jaminan keamanan) mereka telah melakukan loyalitasnya terhadap hukum Islam dan hukum dilaksanakan sesuai ketetapannya.
Secara definitive, undang undang hukum Islam adalah Hukum Syari’ah, yakni semua hukum yang disyari’atkan oleh allah SWT di dalam Al-Qur’an secara lafadh yang terkodifikasi di dalam sunnah Nabi. Dan hukum hukum inilah yang akan menjadi materi putusan hakim dalam memutuskan perkara.[1]
Secara substantive, Al-Qur’an dan sunnah telah memuat materi materi pokok Hukum pidana Islam, seperti:Hukum terhadap kejahatan jiwa orang, keselamatan terhadap persatuan umat, kejahatan jabatan, penganiayaan, pencurian, perselingkuhan, narkoba, pornografi, kejahatan terhadap penguasa, harta, agama dan sebagainya.
Dalam strukturnya, Peradilan hukum pidana Islam tidak dapat dipisahkan dari lembaga pemerintahan Islam, dengan mengacu kepada pola integral penegakan hukum pidana Islam pada masyarakat Madani zaman Nabi dan Khilafah Rasyidah.
Demikian halnya dengan kultur dan pembudayaan hukum pidana Islam dalam sebuah konfigurasi masyarakat yang tak kalah majemuk dengan masyarakat Indonesia.
Penelitian eksplanatoris tentang hukum pidana Islam akan berfungsi bagi pengembangan hukum Pidana Nasional:

1.  Memperkaya material substansi hukum Pidana Nasional
2.  Memperluas nuansa keagamaan dalam substansi dan system hukum Pidana              Nasional
3.  Menawarkan solusi alternativ pola penegakan hukum Pidana Nasional
4  Bahan renungan untuk para penyelenggara penegak hukum pidana Nasional

Banyaknya lembaga lembaga Pendidikan Islam di tengah tengah kelompok masyarakat mayoritas muslim ini ternyata baru mampu memasuki konfigurasi politik hukum pidana Islam hingga batas wacana. Hingga lembaga lembaga Islam yang memilih spesialisasi hukum Islam itupun belum pernah memberikan kesempatan kepada para kadernya untuk menggelar praktek nyata atau pelatihan dan loka karya dan penyelenggaraan hukum pidana Islam.
Sumbangan pemikiran ini diharapkan mampu menyentuh hati para akademisi, profesi dan praktisi hukum dalam berupaya melakukan penyempurnaan dan pengembangan politik Hukum Pidana Nasional, sehingga mampu melaksanakan ketetapan hadist Nabi:
“Walladzi nafsi biyadihi, law kaanat fathimatu bintu Muhammad Saraqat laqatha’tuha”.[2]
“Demi dzat yang jiwaku ditanganNya, andaikan Fathimah putri Muhammad mencuri saya pasti memotongnya”.

Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita dan membimbing kita ke jalan yang ia kehendaki, Amien.

Yogyakarta, 10 Syawal 1420H
                    17 Januari 2000M

      Penulis,










DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Qur’anul kariemdan terjemahnya, diperbanyak oleh Khadim al Kharamain as Syarifain(pelayan kedua tanah suci)Raja Fahd ibn ‘AbdilAsiz Al Sa’ud, kerajaan Saudi Arabia, tahun 1411H.
All ‘allamah Almudaqqiq Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari, radiyallahu ‘anhu wa ardlahu, Shahihul Bukhari, empat jilid, Maktabah Mahkota Surabaya
Syaikhul Islam Muhyiddin Abi ZakariyyaYahya bin Syaraf An Nawawi, Riyadlussalihien Min Kalaami Sayyidil Mursalien,Daar ihyail Kutub Al Arabiyyah Indonesia
Prof. Dr. Koento Wibisono, filsafatilmu dalam Islam, Pustaka pelajar Yogyakarta 1996.
Prof. Ir. Poedjawijatma,Tahu dan pengetahuan, pengantar keilmu dan filsafat, reneka cipta Jakarta 1991.
Syeikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Al Ilmu wal Ulama’, Daar el kutub As Salafiyah, Kairo 1430H
Dr. Abdul Kariem Zaidan, Nidham El Qadla’ Fi As Syari’ah al Islamiyah, cet. I tahun 1404H/1984M,Mathba’ah al ‘Ani Baghdad.


[1] Dr.Abdul Karim Zaidan, Nidham al Qodla’ fi As Syari ah al Islamiyah, Mathba’ah al Ani  Baghdad 1984 halaman 146.
[2] Al Imam Al Qodli Abu Al Walid Muhammd bin Ahmad bin Rusyd Al Qurthubi Al Andalusi, Bidayatu Al Mujtahid  wa Nihayatu Al Muqtashid, Daar El Fikr  2/334.  

Seri ( 4 ) KONTRIBUSI HUKUM ISLAM DALAM UPAYA PENGEMBANGAN HUKUM PIDANA NASIONAL (sebuah out line Mencari Pola Integral Penegakan Hukum Pidana Nasional Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam).




PENDEKATAN NALAR AKADEMIK

Secara definitive, Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan dalam kepentingan umum, perbuatn mana diancam hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.[1]
Berdasarkan Ontologis, ternyata hukum pidana bukanlah suatu hukum yang engandung norma baru, karana hanya mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan kejahatan terhadap norma norma hukum yang berkenaan dengan kepentingan umum, baik berupa badan dan peraturan prundang undangan Negara dan kepentingan hokum tiap manusia itu sendiri.
Menggali akar akar sejarah timbulnya, ternyata hukum pidana Nasional bukanlah asli ciptaan bangsa Indonesia, karena hokum ini mulai berlaku sejak 1 januari 1918, berarti undang undang hukum pidana Nasional dibuat sesuai dengan kepentingan missi kolonialisme.
Hingga bangsa ini telah menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945 undang undang huku yang dipergunakan sebagai aturan hidup bangsa ini masih hukum colonial, khususnya hokum pidana.
Pasal II aturan peralihan dari UUD 1945 yo. Pasal 192 konstitusi RIS 1949 yo. Pasal 142 UUDS 1950 hingga saat ini masih memberlakukan KAUHP yang lahir pada 1 januari 1918 yang merupakan copy salinan KUHP Belanda 1886, karena belum ada yang baru.
Walaupun berdasarkan UU No.1 Tahun 1945 telah diadakan perubahan dengan diberlakukannya unfikasi Hukum pidana untuk semua golongan penduduk Indonesia, namun akar akar KUHP tersebut tidak lepas dari sember supremasinya yang diserap dari code penal hukum pidana Prancis dan disembur dengan semangat kolonialisme Napoleon Bonaparte pada tahun 1811.
Maka tidak heran bila terjadi kesenjangan menganga antara hukum yang berlaku dengan tuntutan kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, karena sudah fitrah seorang individu muslim menolak segla macam bentuk kolonialisme, baik fisik atau ideologis. Dimana kesenjangan terjadi sudah pasti akan melahirkan berbagai peristiwa hukum yang tak mudah diatasi kecuali dengan kembali lagi ke fitrah, bukan semakin dipersenjang dari fitrah.
Untuk menjelaskan permasalahan hukum Pidana Nasional penulis akan berusaha menjawab pertanyaan akademis sebagai berikut:

1.      Apakah kekurangan Hukum Pidana Nasional?
2.      Adakah Garis Korespondensi antara huku pidana Nasional dengan hukum Pidana Islam?

  Dalam upaya menemukan kekurangan kekurangan didalam Hukum pidana Nasional penulis akan mempergunakan Teori kebenaran korespondensi sebgai neraca penyeimbang antara norma norma Hokum Pidana Nasionaldengan norma norma hukum pidana Islam.

Hukum Pidana Islam adalah alternatif paling memungkinkan untuk mengisi dan menyempurnakan kekurangan kekurangan hokum pidana Nasional.
Upaya paling memungkinkan, menurut hemat penulis, untuk menemukan jawaban pertanyaan akademis pertama adalah melakukan telah eksploratif terhadap bahan bahan Hukum pidana yang ada seperti; substansinya, struktur dan kulturnya untuk kemudian mencarikan solusi permasalahan dan pengembangannya.
Sementara untuk menjawab pertanyaan akademis kedua penulis kedua akan melakukan telaah eksplanatoris terhadap hokum pidana Islam dan berusaha mengklarifikasikan benang benang korespondensi antara kedua hukum tersebut.

MENCARI POLA INTEGRAL PENEGAKAN HUKUM PIDANA NASIONAL

a.       Keterangan ringkas tentang substansi, struktur dan kultur hukum pidana Nasional
b.      Mengungkap permasalahan permasalahan hukum sebagai implikasi dari kekurangan atau kelemahan Hukum Nasional dapat diekplorasi melalui indicator indicator, seperti;

1.      Permasalahan KKN yang telah menimbulkan anomaly Hukum dan memaksa mencari paradigma Hukum baru.
2.      Keselamatan terhadap keutuhan persatuan Bangsa
3.      Kejahatan terhadap ketertiban umum
4.      Kejahatan terhadap jiwa orang
5.      Kejahata jabatan:menerima suap, menggelapkan uang Negara, menyalahgunakan wewenang dan lain lain.
6.      penganiayaan, pencurian, pemerasan, dan ancaman, penggelapan, penipuan, penghinaan, narkoba, pornografi dan sebagainya.

c.       Melakukan pendekatan terhadap ilmu ilmu lain khususnya Ilmu pengetahuan tentang hokum pidana Islam.


[1] Drs.C.S.T.Kansil,SH. Pengantar Hukum Indonesia II Balai Pustaka Jakarta Tahun 1993, hlm 89

Seri ( 3 ) KONSTITUSI NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN


      
Secara etimologis, konstitusi berasal dari “Constituer”(bahasa prancis) berarti membentuk. Maksudnya ialah membentuk suatu Negara, atau menyusun dan menyatakan suatu Negara.[1] Dengan kata lain; ialah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan[2]
Secara yuridis, konstitusi ialah sesuatu naskah yang memuat suatu bangunan Negara dan sendi sendi system pemerinthan Negara.[3]
Mendukung pendapat Mr.JG.Steenbeek, Sri Soemantri menyatakan bahwaa ada tiga macam materi muatan yang bersifat pokok dalam konstitusi, yaitu:
1.      Jaminan terhadap hak hak asasi (dan kewajiban kewajiban asasi) manusia dan warga Negara.
2.      Susunan kartanegera yang bersifat mendasar
3.      penbagian dan penbatasan tugas ketetanegaraan yang juga bersifat mendasar.
Lebih simpel lagi C.F,Strong menyatakan bahwa konstitusi sebagai asas, mengatur tiga hal:
1.      Kekuasaan pemerintah(dalam arti luas)
2.      Hak hak yang diperintahkan
3.      Hubungan antara yang diperintah dan yang memerintah.[4]

Tidak jauh dari pernyataan diatas adalah penegasan seorang tokoh Reformasi Dakwah Islam Al-Banna,bahwa perumusan dakwah perundang undangan Negara Islam meliputi tiga landasan utama:
1.      Tanggun jawab amanat penguasa
2.      Kesatuan anak anak masyarakat ummat
3.      Menghormati hak hak asasi mereka.[5]

Tegasnya, konstitusi adalah suatu ketetapan legal tentang pola bangunan suatu Negara meliputi sendi sendi aturan pemerintahan Negara, tertulis yang tak tertulis, bersifat elastis dan terbuka. Demikian yang dapat penulis tangkap dari sekian banyak pendapat pakar.
Dalam tradisi ilmiah konstitusi juga disebut undang undang dasar(Grondwet), walaupun sebagian pakar seperti L.J.Van Apeldoorn, membatasi undang undang pada bagian tertulis dari suatu konstitusi, sementara konstitusi memuat peraturan tertulis dan yang tak tertulis[6].
Dalam Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pada bagian pembukaan ditegaskan bahwa; “Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia” dibangun dalam bingkai bingkai undang undang Dasar Negara Indonesia bebentuk Republik, sebagai pengejawan tahan Kedaulatan Rakyat yang berdasarkan kepada Ketuhanan yang Maha Esa dst.(pancasila).
Lima puluh lima tahun sudah Bangunan Kemerdekaan Bangsa Indonesia tegak diatas landsan sila Ketuhanan yang Maha Esa, namun dalam perjalan sejarahnya bangsa ini nampak belum maksimal dalam mengelaborasi nilai nilai Esa ketuhanan ini, Sebagai Grundnorm, kedalam sila silayang lain, undang undang dasar dan bahkan peraturan peraturan yang ditetapkan ,enjadi bingkai kehendak politik rakyat.
Antara tahun 1959-1966 politik pemerintah penyelenggara kedaulatan rakyat sempat melenceng keluar orbit memasuki zona otoriterisme dalam selimut Demokrasi terpimpin. Pelanggaran atas UUD 1945 dilakukan secara terang terangan, presiden tidak mau mendengar suara DPR-GR mengeluarkan hokum secara sepihak, partai partai dibuat lemah kecuali partai komunis Indonesia(PKI), pers dibredel dan lawan politik dipenjarakan tanpa proses hokum.1[7]
Pada tahun 1966-1998 amanat kedaulatan rakyat dikemas dalam konfigurasi politik Orde baru, mengajak anak anak bangsa kepada asas murni pancasila dan UUD 45 secara konsekwen. Namun suasana baru itu cepat sekali layu dan lekang dibawah landasn tuhan tuhan hawa nafsu yang memaksa para penguasa penyelenggara pemerintahan banting haluan menatapi gemerlap kemegahan perekonomian dunia Liberal dalam kesima menenggan obsesi.
Diawali dengan lahirnya UU NO.15 dan UU NO.16 tahun 1969 hingga terselenggaranya pemilu 1971:
“Kehidupan politik menjadi benar benar tidak demokratis. Pemilu dilaksanakan secara curang, pers tidak bebas dan diancam dengan pembredelan, semua organisasi politik dan ormas dikooptasi melalui jaringan koorporatis yang sengaja dibangun untuk mengutkan control Negara atas kekuatan masyarakat”.[8]

Dengan temeng undang undang tersebut mereka benar benar mencapai obsesi, untuk beberapa tahun mereka diberi kesempatan bersenang senang, berkonco,membangun status quo dan menghimpun kekayaan hingga pada saatnya Tuhan yang Maha Esa menetapkan:
“Bagaimana pendapatmu jika kamu berikan kepada mereka kenikmatan hidup beberapa tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna lagi bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya, dan Kami tidak membinasakan suatu negeripun melainkan sesudah ada baginya orang orang yang memberi peringatan untuk dijadikan pemikiran. Dan Kami sekali kali tidak berlaku dzalim”.[9]
Kedudukan yuridis filosofis konstitusi sebuah Negara
Secara Ontologis Konstitusi sebuah Negara memiliki nilai Norma Fundamental dan bersifat Regulatif, maka konstitusi Negara Indonesia yang tertuang dalam undang undang Dasar 1945 harus mampu mengisi norma norma hukum bawahannya secara berjenjang. Norma hukum yamg dibawah terbentuk berdasar dan bersumber pada norma hukum yang lebih tinggi, sehingga tidak terjadi pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dan yang  lebih renda, demikian sebaliknya. Pola piramida konstitusi sebagai sumber tertib hukum seperti ini telah benyak dikembangkan dlam wacana keilmuan dan profesi oleh banyak pakr seperti; Notonegoro, At Tamimi, Nawiasky, Kelsen dan lain lain.[10]

Indonesia, menurut penegasan yurdis formal UUD 1945 BabXI pasal 29, adalah negara berdasar atas ketuhanan yang Maha Esa. Mengikuti orientasi Ontologis Attamimi Nilai Suprem Ketuhanan yang termuat dalam ketuhanan yang Maha Esa harus mengisi dan menjadi bobot pembukaan 1945, Batang tubuh UUD 1945, TAP MPR, Hukum dasarb tak tertulis, undang undang, peraturan pelaksanaan dan peraturan Otonom dan lain lain.
Dalam teori Kelsen, norma norma hukum yang berjenjang membentuk sebuah pyramid(stufenbau dan Recht), mulai dari; Grundnorm Norma norma konstitusional(Hukum positif), Undang undang Organik, Norma norma yang mendapatkan kewenangan berdasarkan tingkat ketiga, lalu tingkat n sebagai tingkat terendah dalam teori Kelsen.(lihat bagan I dan II).


[1] H.Dahlan Thaib, SH.,MSi. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, hlm 14 Liberty Yogyakarta 1999.
[2] W.J.S.Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia Balai Pustaka Jakarta 1984
[3] H.Dahlan Thaib, SH.,MSi. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, hlm 14 Liberty Yogyakarta 1999.
[4] Ibid halaman 16 -17
[5] Al Imam As Syahid Hasan Al Banna, Majmu’at Rasail. Al Muassasah Al Islamiyah Beirut ed.III tahun 1984 halaman 318
[6] H.Dahlan Thaib, SH.,MSi. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, hlm 14 Liberty Yogyakarta 1999.
[7] Dr.Moh.Mahfud MD, Amandemen Menuju Reformasi Tata Negara. UII Press Yogyakarta Tahun 1999 halaman 40
[8] Ibid halaman 41
[9] Al Qur’an Surat As Syu’ara’ (26) ayat 205-209
[10] [10] Dr.Suyadi,SH. Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, halaman 101. Lukman Offset Yogyakarta 1999.