Rabu, 28 Oktober 2015
Senin, 26 Oktober 2015
Minggu, 25 Oktober 2015
Signs to Believe In One God
وهو الذي أنزل من السمآء مآء
فأخرجنا به نبات كل شيء
فأخرجنا منه خضرا نخرج منه حبا متراكبا
ومن النخل من طلعها قنوان دانية
وجنات من أعناب والزيتون والرمان مشتبها وغير
متشابه
انظروا إلى ثمره إذا أثمر وينعه
إن في ذلكم لآيات لقوم يعقلون
القرآن الكريم الأنعام 6\99
It is He
Who sendeth down rain
From the skies
Whit it We produce
Vegetation of all kinds
From some We produce green
crops out of
Which We produce
Close-compounded grain out of
The date-palm and its sheaths
or spathes
Come clusters of dates hanging
low and near
And then there are gardens of
grapes and olives
And pomegranates, each similar
in kind
Yet different in variety
When their begin to bear fruit
Feast your eyes with the fruit
And the ripeness thereof
Behold ! In this things there
are Signs
For people who believe.
Qur`an Kariem Cattle 6/99Sabtu, 24 Oktober 2015
Seri ( 5 ) PARTISIPASI HUKUM ISLAM DALAM UPAYA PENGEMBANGAN HUKUM PIDANA NASIONAL.
Hukum hukum inilah yang akan mengatur pola hidup mereka, menetapkan hak hak individu dan social, dan kewajiban yang harus mereka laksanakan dengan suka rela tanpa paksaan sebagai konsekwensi ikrar imannya kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul.
Sementara non muslim
yang tinggal di Negara Islam, baik dengan status sebagai Dzimmi (Orang
yang bergabung dengan masyarakat muslim agar dapat jaminan hukum) atau sebagai Musta’man(Orang
yang bergabung dengang masyarakat muslim untuk mendapat jaminan keamanan)
mereka telah melakukan loyalitasnya terhadap hukum Islam
dan hukum dilaksanakan sesuai ketetapannya.
Secara definitive, undang
undang hukum Islam adalah Hukum Syari’ah, yakni semua hukum yang disyari’atkan oleh allah
SWT di dalam Al-Qur’an secara lafadh yang terkodifikasi di dalam sunnah Nabi. Dan
hukum hukum inilah yang
akan menjadi materi putusan hakim dalam memutuskan perkara.[1]
Secara substantive,
Al-Qur’an dan sunnah telah memuat materi materi pokok Hukum pidana Islam,
seperti:Hukum terhadap kejahatan jiwa orang, keselamatan terhadap persatuan
umat, kejahatan jabatan, penganiayaan, pencurian, perselingkuhan, narkoba,
pornografi, kejahatan terhadap penguasa, harta, agama dan sebagainya.
Dalam strukturnya,
Peradilan hukum pidana Islam tidak dapat dipisahkan dari
lembaga pemerintahan Islam, dengan mengacu kepada pola integral penegakan hukum
pidana Islam pada masyarakat Madani zaman Nabi dan Khilafah Rasyidah.
Demikian halnya dengan
kultur dan pembudayaan hukum pidana Islam dalam sebuah
konfigurasi masyarakat yang tak kalah majemuk dengan masyarakat Indonesia.
Penelitian eksplanatoris
tentang hukum pidana Islam akan berfungsi bagi pengembangan hukum Pidana Nasional:
1. Memperkaya material substansi hukum Pidana Nasional
2. Memperluas nuansa keagamaan dalam substansi dan system hukum Pidana Nasional
3. Menawarkan solusi alternativ pola penegakan hukum Pidana Nasional
4 Bahan renungan untuk para penyelenggara penegak hukum pidana Nasional
2. Memperluas nuansa keagamaan dalam substansi dan system hukum Pidana Nasional
3. Menawarkan solusi alternativ pola penegakan hukum Pidana Nasional
4 Bahan renungan untuk para penyelenggara penegak hukum pidana Nasional
Banyaknya lembaga
lembaga Pendidikan Islam di tengah tengah kelompok masyarakat mayoritas muslim
ini ternyata baru mampu memasuki konfigurasi politik hukum pidana Islam hingga batas wacana. Hingga lembaga lembaga Islam yang
memilih spesialisasi hukum Islam itupun belum pernah
memberikan kesempatan kepada para kadernya untuk menggelar praktek nyata atau
pelatihan dan loka karya dan penyelenggaraan hukum pidana Islam.
Sumbangan pemikiran ini
diharapkan mampu menyentuh hati para akademisi, profesi dan praktisi hukum dalam berupaya melakukan penyempurnaan dan pengembangan politik
Hukum Pidana Nasional, sehingga mampu melaksanakan ketetapan hadist Nabi:
“Walladzi
nafsi biyadihi, law kaanat fathimatu bintu Muhammad Saraqat laqatha’tuha”.[2]
“Demi
dzat yang jiwaku ditanganNya, andaikan Fathimah putri Muhammad mencuri saya pasti
memotongnya”.
Semoga
Allah SWT senantiasa melindungi kita dan membimbing kita ke jalan yang ia
kehendaki, Amien.
Yogyakarta, 10 Syawal 1420H
17 Januari 2000M
Penulis,
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Agama RI, Al-Qur’anul kariemdan terjemahnya, diperbanyak oleh Khadim al
Kharamain as Syarifain(pelayan kedua tanah suci)Raja Fahd ibn ‘AbdilAsiz Al
Sa’ud, kerajaan Saudi Arabia, tahun 1411H.
All
‘allamah Almudaqqiq Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari, radiyallahu
‘anhu wa ardlahu, Shahihul Bukhari, empat jilid, Maktabah Mahkota Surabaya
Syaikhul
Islam Muhyiddin Abi ZakariyyaYahya bin Syaraf An Nawawi, Riyadlussalihien Min
Kalaami Sayyidil Mursalien,Daar ihyail Kutub Al Arabiyyah Indonesia
Prof.
Dr. Koento Wibisono, filsafatilmu dalam Islam, Pustaka pelajar Yogyakarta 1996.
Prof.
Ir. Poedjawijatma,Tahu dan pengetahuan, pengantar keilmu dan filsafat, reneka
cipta Jakarta
1991.
Syeikh
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Al Ilmu wal Ulama’, Daar el kutub As Salafiyah,
Kairo 1430H
Dr.
Abdul Kariem Zaidan, Nidham El Qadla’ Fi As Syari’ah al Islamiyah, cet. I tahun
1404H/1984M,Mathba’ah al ‘Ani Baghdad.
Seri ( 4 ) KONTRIBUSI HUKUM ISLAM DALAM UPAYA PENGEMBANGAN HUKUM PIDANA NASIONAL (sebuah out line Mencari Pola Integral Penegakan Hukum Pidana Nasional Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam).
PENDEKATAN NALAR AKADEMIK
Secara
definitive, Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran dan kejahatan dalam kepentingan umum, perbuatn mana diancam hukuman
yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.[1]
Berdasarkan
Ontologis, ternyata hukum pidana bukanlah suatu hukum yang engandung norma baru, karana hanya mengatur tentang pelanggaran
dan kejahatan kejahatan terhadap norma norma hukum yang berkenaan
dengan kepentingan umum, baik berupa badan dan peraturan prundang undangan
Negara dan kepentingan hokum tiap manusia itu sendiri.
Menggali
akar akar sejarah timbulnya, ternyata hukum pidana
Nasional bukanlah asli ciptaan bangsa Indonesia, karena hokum ini mulai berlaku
sejak 1 januari 1918, berarti undang undang hukum pidana
Nasional dibuat sesuai dengan kepentingan missi kolonialisme.
Hingga
bangsa ini telah menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945 undang undang huku
yang dipergunakan sebagai aturan hidup bangsa ini masih hukum colonial, khususnya hokum pidana.
Pasal
II aturan peralihan dari UUD 1945 yo. Pasal 192 konstitusi RIS 1949 yo. Pasal
142 UUDS 1950 hingga saat ini masih memberlakukan KAUHP yang lahir pada 1
januari 1918 yang merupakan copy salinan KUHP Belanda 1886, karena belum ada
yang baru.
Walaupun
berdasarkan UU No.1 Tahun 1945 telah diadakan perubahan dengan diberlakukannya
unfikasi Hukum pidana untuk semua golongan penduduk Indonesia, namun akar akar
KUHP tersebut tidak lepas dari sember supremasinya yang diserap dari code penal
hukum pidana Prancis dan disembur dengan semangat
kolonialisme Napoleon Bonaparte pada tahun 1811.
Maka
tidak heran bila terjadi kesenjangan menganga antara hukum yang berlaku dengan tuntutan kehidupan masyarakat Indonesia yang
mayoritas muslim, karena sudah fitrah seorang individu muslim menolak segla
macam bentuk kolonialisme, baik fisik atau ideologis. Dimana kesenjangan
terjadi sudah pasti akan melahirkan berbagai peristiwa hukum yang tak mudah diatasi kecuali dengan kembali lagi ke fitrah, bukan
semakin dipersenjang dari fitrah.
Untuk
menjelaskan permasalahan hukum Pidana Nasional penulis akan
berusaha menjawab pertanyaan akademis sebagai berikut:
1. Apakah
kekurangan Hukum Pidana Nasional?
2. Adakah Garis
Korespondensi antara huku pidana Nasional dengan hukum Pidana Islam?
Dalam
upaya menemukan kekurangan kekurangan didalam Hukum pidana Nasional penulis
akan mempergunakan Teori kebenaran korespondensi sebgai neraca penyeimbang
antara norma norma Hokum Pidana Nasionaldengan norma norma hukum pidana Islam.
Hukum
Pidana Islam adalah alternatif paling memungkinkan untuk mengisi dan
menyempurnakan kekurangan kekurangan hokum pidana Nasional.
Upaya
paling memungkinkan, menurut hemat penulis, untuk menemukan jawaban pertanyaan
akademis pertama adalah melakukan telah eksploratif terhadap bahan bahan Hukum
pidana yang ada seperti; substansinya, struktur dan kulturnya untuk kemudian
mencarikan solusi permasalahan dan pengembangannya.
Sementara
untuk menjawab pertanyaan akademis kedua penulis kedua akan melakukan telaah
eksplanatoris terhadap hokum pidana Islam dan berusaha mengklarifikasikan benang
benang korespondensi antara kedua hukum tersebut.
MENCARI
POLA INTEGRAL PENEGAKAN HUKUM PIDANA NASIONAL
a. Keterangan
ringkas tentang substansi, struktur dan kultur hukum pidana
Nasional
b. Mengungkap
permasalahan permasalahan hukum sebagai implikasi dari
kekurangan atau kelemahan Hukum Nasional dapat diekplorasi melalui indicator
indicator, seperti;
1.
Permasalahan KKN yang telah menimbulkan anomaly
Hukum dan memaksa mencari paradigma Hukum baru.
2.
Keselamatan terhadap keutuhan persatuan Bangsa
3.
Kejahatan terhadap ketertiban umum
4.
Kejahatan terhadap jiwa orang
5.
Kejahata jabatan:menerima suap, menggelapkan
uang Negara, menyalahgunakan wewenang dan lain lain.
6.
penganiayaan, pencurian, pemerasan, dan
ancaman, penggelapan, penipuan, penghinaan, narkoba, pornografi dan sebagainya.
c. Melakukan
pendekatan terhadap ilmu ilmu lain khususnya Ilmu pengetahuan tentang hokum
pidana Islam.
Seri ( 3 ) KONSTITUSI NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN
Secara
etimologis, konstitusi berasal dari “Constituer”(bahasa prancis) berarti
membentuk. Maksudnya ialah membentuk suatu Negara, atau menyusun dan
menyatakan suatu Negara.[1]
Dengan kata lain; ialah segala ketentuan dan aturan mengenai
ketatanegaraan[2]
Secara
yuridis, konstitusi ialah sesuatu naskah yang memuat suatu bangunan Negara dan
sendi sendi system pemerinthan Negara.[3]
Mendukung
pendapat Mr.JG.Steenbeek, Sri Soemantri menyatakan bahwaa ada tiga macam materi
muatan yang bersifat pokok dalam konstitusi, yaitu:
1. Jaminan
terhadap hak hak asasi (dan kewajiban kewajiban asasi) manusia dan warga
Negara.
2. Susunan
kartanegera yang bersifat mendasar
3. penbagian dan
penbatasan tugas ketetanegaraan yang juga bersifat mendasar.
Lebih
simpel lagi C.F,Strong menyatakan bahwa konstitusi sebagai asas, mengatur tiga
hal:
1. Kekuasaan
pemerintah(dalam arti luas)
2. Hak hak yang
diperintahkan
3. Hubungan antara
yang diperintah dan yang memerintah.[4]
Tidak
jauh dari pernyataan diatas adalah penegasan seorang tokoh Reformasi Dakwah
Islam Al-Banna,bahwa perumusan dakwah perundang undangan Negara Islam meliputi
tiga landasan utama:
1. Tanggun jawab
amanat penguasa
2. Kesatuan anak
anak masyarakat ummat
3. Menghormati hak
hak asasi mereka.[5]
Tegasnya,
konstitusi adalah suatu ketetapan legal tentang pola bangunan suatu Negara
meliputi sendi sendi aturan pemerintahan Negara, tertulis yang tak tertulis,
bersifat elastis dan terbuka. Demikian yang dapat penulis tangkap dari sekian
banyak pendapat pakar.
Dalam
tradisi ilmiah konstitusi juga disebut undang undang dasar(Grondwet), walaupun
sebagian pakar seperti L.J.Van Apeldoorn, membatasi undang undang pada bagian
tertulis dari suatu konstitusi, sementara konstitusi memuat peraturan tertulis
dan yang tak tertulis[6].
Dalam
Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pada bagian pembukaan
ditegaskan bahwa; “Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia” dibangun dalam
bingkai bingkai undang undang Dasar Negara Indonesia bebentuk Republik, sebagai
pengejawan tahan Kedaulatan Rakyat yang berdasarkan kepada Ketuhanan yang
Maha Esa dst.(pancasila).
Lima
puluh lima tahun sudah Bangunan Kemerdekaan Bangsa Indonesia tegak
diatas landsan sila Ketuhanan yang Maha Esa, namun dalam perjalan
sejarahnya bangsa ini nampak belum maksimal dalam mengelaborasi nilai nilai Esa
ketuhanan ini, Sebagai Grundnorm, kedalam sila silayang lain, undang
undang dasar dan bahkan peraturan peraturan yang ditetapkan ,enjadi bingkai
kehendak politik rakyat.
Antara
tahun 1959-1966 politik pemerintah penyelenggara kedaulatan rakyat sempat
melenceng keluar orbit memasuki zona otoriterisme dalam selimut Demokrasi
terpimpin. Pelanggaran atas UUD 1945 dilakukan secara terang terangan, presiden
tidak mau mendengar suara DPR-GR mengeluarkan hokum secara sepihak, partai
partai dibuat lemah kecuali partai komunis Indonesia(PKI), pers dibredel dan
lawan politik dipenjarakan tanpa proses hokum.1[7]
Pada
tahun 1966-1998 amanat kedaulatan rakyat dikemas dalam konfigurasi politik Orde
baru, mengajak anak anak bangsa kepada asas murni pancasila dan UUD 45 secara
konsekwen. Namun suasana baru itu cepat sekali layu dan lekang dibawah landasn
tuhan tuhan hawa nafsu yang memaksa para penguasa penyelenggara pemerintahan
banting haluan menatapi gemerlap kemegahan perekonomian dunia Liberal dalam
kesima menenggan obsesi.
Diawali
dengan lahirnya UU NO.15 dan UU NO.16 tahun 1969 hingga terselenggaranya pemilu
1971:
“Kehidupan politik menjadi benar benar tidak demokratis.
Pemilu dilaksanakan secara curang, pers tidak bebas dan diancam dengan
pembredelan, semua organisasi politik dan ormas dikooptasi melalui jaringan
koorporatis yang sengaja dibangun untuk mengutkan control Negara atas kekuatan
masyarakat”.[8]
Dengan
temeng undang undang tersebut mereka benar benar mencapai obsesi, untuk
beberapa tahun mereka diberi kesempatan bersenang senang, berkonco,membangun
status quo dan menghimpun kekayaan hingga pada saatnya
Tuhan yang Maha Esa menetapkan:
“Bagaimana pendapatmu jika kamu berikan kepada
mereka kenikmatan hidup beberapa tahun, kemudian datang kepada mereka adzab
yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna lagi bagi mereka apa
yang mereka selalu menikmatinya, dan Kami tidak membinasakan suatu negeripun
melainkan sesudah ada baginya orang orang yang memberi peringatan untuk
dijadikan pemikiran. Dan Kami sekali kali tidak berlaku dzalim”.[9]
Kedudukan
yuridis filosofis konstitusi sebuah Negara
Secara
Ontologis Konstitusi sebuah Negara memiliki nilai Norma Fundamental dan
bersifat Regulatif, maka konstitusi Negara Indonesia yang tertuang dalam undang
undang Dasar 1945 harus mampu mengisi norma norma hukum bawahannya secara berjenjang. Norma hukum yamg dibawah
terbentuk berdasar dan bersumber pada norma hukum yang lebih
tinggi, sehingga tidak terjadi pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dan yang
lebih renda, demikian sebaliknya. Pola piramida konstitusi sebagai
sumber tertib hukum seperti ini telah benyak
dikembangkan dlam wacana keilmuan dan profesi oleh banyak pakr seperti;
Notonegoro, At Tamimi, Nawiasky, Kelsen dan lain lain.[10]
Indonesia, menurut penegasan yurdis formal
UUD 1945 BabXI pasal 29, adalah negara berdasar atas ketuhanan yang
Maha Esa. Mengikuti orientasi Ontologis Attamimi Nilai Suprem Ketuhanan
yang termuat dalam ketuhanan yang Maha Esa harus mengisi dan menjadi bobot
pembukaan 1945, Batang tubuh UUD 1945, TAP MPR, Hukum dasarb tak tertulis,
undang undang, peraturan pelaksanaan dan peraturan Otonom dan lain lain.
Dalam
teori Kelsen, norma norma hukum yang berjenjang membentuk sebuah
pyramid(stufenbau dan Recht), mulai dari; Grundnorm Norma norma
konstitusional(Hukum positif), Undang undang Organik, Norma norma yang
mendapatkan kewenangan berdasarkan tingkat ketiga, lalu tingkat n
sebagai tingkat terendah dalam teori Kelsen.(lihat bagan I dan II).
[1] H.Dahlan Thaib, SH.,MSi. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan
Konstitusi, hlm 14 Liberty Yogyakarta
1999.
[2] W.J.S.Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia
Balai Pustaka Jakarta
1984
[3] H.Dahlan Thaib, SH.,MSi. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan
Konstitusi, hlm 14 Liberty Yogyakarta
1999.
[4] Ibid halaman 16 -17
[5] Al Imam As Syahid Hasan Al Banna, Majmu’at Rasail. Al Muassasah Al
Islamiyah Beirut ed.III tahun 1984 halaman 318
[6] H.Dahlan Thaib, SH.,MSi. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan
Konstitusi, hlm 14 Liberty Yogyakarta
1999.
[7] Dr.Moh.Mahfud MD, Amandemen Menuju Reformasi Tata Negara. UII Press
Yogyakarta Tahun 1999 halaman 40
[8] Ibid halaman 41
[9] Al Qur’an Surat As Syu’ara’ (26) ayat 205-209
[10] [10] Dr.Suyadi,SH. Pancasila Sebagai
Sumber Tertib Hukum Indonesia,
halaman 101. Lukman Offset Yogyakarta 1999.
Langganan:
Postingan (Atom)