Sabtu, 24 Oktober 2015

Seri ( 2 ) AMANDEMEN SUATU UPAYA MENGISI UNDANG UNDANG DENGAN NILAI SUPREM SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA.


 

           Melihat perkembangan fenomena yang ada nampaknya hokum dalam perjalanan sejarahnya selama dua periode Orde lama dan Orde baru senantiasa menjadi bahan eksploitasi kebebasn politik tertentu, direkeyasa dan diproduksi untuk membenarkan dan melindungi kejahatan politik memperkuat status kekuasaan.
            Dihadapan politik yang menampakkan karakter semakin binal hokum menjadi lumpuh kekurangan zat supreme, walaupun sebenarnya hukum itu sudah digodok dan diolah sedemikian rupa oleh lembaga lembaga atau institusi yang ada. Bahkan produk hokum yang lahir dari lembaga lembaga tersebut tak lebih dari kerangka undang undang, yang hanya dengan zat suprem relatif  ditampilkan untuk bergulat membendung ambisi kuasa politik yang spektakuler, hingga pada masanya hokum mengalami anomali, supremasinya biasa menimbulkan implikasi krisis dimana mana.
             Dewasa ini dialam terbuka demokrasi hukum diharapkan mampu menghirup udara baru menambah muatan zat zat suprem murni dari sumber utama supremasi ke-Esaan hokum Rabbani yang selama ini masih kristal didalam dasar Sila ketuhanan yang Maha Esa dan belum mengalir menjiwai hokum dan perundang undangan yang berlaku.
             Untuk mengisi dan menyempurnakan hukum atau perundang undangan yang ada, adalah tugas amandemen menjawab beberapa pertanyaan akademik untuk memberikan gambaran deskriptif tentang supremasi Murni yang selama ini masih kristal menjadi muatan sila Ketuhanan Yang Maha Esa , agar dapat dikaji dan ditemukan solusi permasalahannya serta memenuhi jawaban pertanyaan akademik berikut: 
1.      Bagaimanakah gambaran nilai nilai supreme Ke-Esaan sila Ketuhanan Yang       Maha Esa yang akan menjadi bobot isi undang undang yang diamandemen?
2.      Apakah amandemen mampu berpijak kokoh pada garis supreme murni  dalam melakukan kaji konstruktif dan mengisi undang undang yang memerlukan penyegaran kembali?
Untuk menjawab pertanyaan akademik ini kita perlu teori :
1.      Menguak kembali akar akar konstitusi guna mengklarifikasi sumber sumber supremasi yang menyerap kedalam konstitusi, mengingat penjelasan yang ada sekarang  telah mengacaukan pemahaman tentang substansi konstitusi. Ambil saja sebagai contoh; pokok pikiran keempat yang terkandung dalam “pembukaan” menjelaskan :
                    ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa                                          
                     menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.[1]
                  Ungkapan menurut dasar kemanusiaan lebih tepat diganti dengan untuk maslahat kemanusiaan, sehingga tidak meretas ideologi yang mengatas namakan atau melahirkan arogansi dan pelecehan terhadap hak hak Tuhan.
2.      Meluruskan orientasi amandemen dengan :
a.       Membangun amandemen diatas landasan kokoh sumber supremasi murni Ketuhanan Yang Maha Esa.
b.      Mengalirkan Supremasi Murni kedalam Konstitusi, Undang undang dan Peraturan peraturan dibawahnya. 
Ada anggapan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat)[2]. Untuk mendukung bahwa Indonesia adalah Negara hokum yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa[3] maka Konstitusi ini harus diletakkan  pada level puncak pyramid yang menjiwai dan mengisi seluruh unsure konstruksi pada level dibawahnya , mulai dari; Pembukaan UUD 45 itu sendiri , Batang Tubuh UUD 45, Tap MPR,  Hukum Dasar tak tertulis, Undang Undang, Peraturan Pelaksanaan dan peraturan otonom dll.[4]
            Meminjam metode sains Thomas Kuhn, ia membangun Filsafat Ilmu diatas dasar Sejarah Ilmu yang bergerak secara structural berevolusi menuju Filsafat Ilmu Baru. Sehingga penyajiannya bersifat deskriptif hermenutik, menerangkan tentang filosofi Konstitusi dalam perjalanan sejarahnya hingga lahirnya kebutuhan mendesak pada Amandemen sebagai fasilitas menambah lancip supremasi bobot undang undang dan hokum yang berlaku melalui proses check and balancing pada utilitas dan efektifitas sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
            Dengan memanfaatkan bahan  literer yang ada penulis akan mencoba menganalisis melalui dua variable:
1.      Konstitusi sebagai variable tetap
2.      Nilai Nilai Dasar Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai variable terpengaruh.
                   Mengikuti konstruksi konsep Thomas S. Kuhn penulis akan enetapkan sebuah Paradigma Tunggal, yakni UUD 45 sebagai Konstitusi, untuk dijadikan Srntral Analisa   segala macam sorotan yang akan menjajaki bobot supreme Konstitusi  tersebut.
                   Bila ternyata paradigma tunggal gagal karea mengalami anomali dan menimbulkan banyak krisis, maka paradigma tandingan dapat dihadirkan sebagai alternative pengganti, atau kembali ke ilmu lama dengan melakukan yudicial review yakni menjelaskan ulang.
                    Indikator yang dipergunakan untuk variable Konstitusi ialah teks Pembukaan UUD 1945, tingkat akseptabelitas anak anak bangsa terhadap konstitusi, dan kesenyawaan konstitusi dengan undang undang pada level dibawahnya.
                     Sementara indicator nilai nilai dasar sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Kalam SuciNya, dan bukti bukti rasional yang menunjukkan pada ke-EsaanNya.    


[1] Sekretariat Jenderal MPR RI 1999M, Perubahan Pertama Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hlm 12.
[2] Ibid halaman 13
[3] Ibid halaman 12
[4] Dr.Suyadi,SH. Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, halaman 115. Lukman Offset Yogyakarta 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar