Sabtu, 24 Oktober 2015

Seri ( 3 ) KONSTITUSI NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN


      
Secara etimologis, konstitusi berasal dari “Constituer”(bahasa prancis) berarti membentuk. Maksudnya ialah membentuk suatu Negara, atau menyusun dan menyatakan suatu Negara.[1] Dengan kata lain; ialah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan[2]
Secara yuridis, konstitusi ialah sesuatu naskah yang memuat suatu bangunan Negara dan sendi sendi system pemerinthan Negara.[3]
Mendukung pendapat Mr.JG.Steenbeek, Sri Soemantri menyatakan bahwaa ada tiga macam materi muatan yang bersifat pokok dalam konstitusi, yaitu:
1.      Jaminan terhadap hak hak asasi (dan kewajiban kewajiban asasi) manusia dan warga Negara.
2.      Susunan kartanegera yang bersifat mendasar
3.      penbagian dan penbatasan tugas ketetanegaraan yang juga bersifat mendasar.
Lebih simpel lagi C.F,Strong menyatakan bahwa konstitusi sebagai asas, mengatur tiga hal:
1.      Kekuasaan pemerintah(dalam arti luas)
2.      Hak hak yang diperintahkan
3.      Hubungan antara yang diperintah dan yang memerintah.[4]

Tidak jauh dari pernyataan diatas adalah penegasan seorang tokoh Reformasi Dakwah Islam Al-Banna,bahwa perumusan dakwah perundang undangan Negara Islam meliputi tiga landasan utama:
1.      Tanggun jawab amanat penguasa
2.      Kesatuan anak anak masyarakat ummat
3.      Menghormati hak hak asasi mereka.[5]

Tegasnya, konstitusi adalah suatu ketetapan legal tentang pola bangunan suatu Negara meliputi sendi sendi aturan pemerintahan Negara, tertulis yang tak tertulis, bersifat elastis dan terbuka. Demikian yang dapat penulis tangkap dari sekian banyak pendapat pakar.
Dalam tradisi ilmiah konstitusi juga disebut undang undang dasar(Grondwet), walaupun sebagian pakar seperti L.J.Van Apeldoorn, membatasi undang undang pada bagian tertulis dari suatu konstitusi, sementara konstitusi memuat peraturan tertulis dan yang tak tertulis[6].
Dalam Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pada bagian pembukaan ditegaskan bahwa; “Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia” dibangun dalam bingkai bingkai undang undang Dasar Negara Indonesia bebentuk Republik, sebagai pengejawan tahan Kedaulatan Rakyat yang berdasarkan kepada Ketuhanan yang Maha Esa dst.(pancasila).
Lima puluh lima tahun sudah Bangunan Kemerdekaan Bangsa Indonesia tegak diatas landsan sila Ketuhanan yang Maha Esa, namun dalam perjalan sejarahnya bangsa ini nampak belum maksimal dalam mengelaborasi nilai nilai Esa ketuhanan ini, Sebagai Grundnorm, kedalam sila silayang lain, undang undang dasar dan bahkan peraturan peraturan yang ditetapkan ,enjadi bingkai kehendak politik rakyat.
Antara tahun 1959-1966 politik pemerintah penyelenggara kedaulatan rakyat sempat melenceng keluar orbit memasuki zona otoriterisme dalam selimut Demokrasi terpimpin. Pelanggaran atas UUD 1945 dilakukan secara terang terangan, presiden tidak mau mendengar suara DPR-GR mengeluarkan hokum secara sepihak, partai partai dibuat lemah kecuali partai komunis Indonesia(PKI), pers dibredel dan lawan politik dipenjarakan tanpa proses hokum.1[7]
Pada tahun 1966-1998 amanat kedaulatan rakyat dikemas dalam konfigurasi politik Orde baru, mengajak anak anak bangsa kepada asas murni pancasila dan UUD 45 secara konsekwen. Namun suasana baru itu cepat sekali layu dan lekang dibawah landasn tuhan tuhan hawa nafsu yang memaksa para penguasa penyelenggara pemerintahan banting haluan menatapi gemerlap kemegahan perekonomian dunia Liberal dalam kesima menenggan obsesi.
Diawali dengan lahirnya UU NO.15 dan UU NO.16 tahun 1969 hingga terselenggaranya pemilu 1971:
“Kehidupan politik menjadi benar benar tidak demokratis. Pemilu dilaksanakan secara curang, pers tidak bebas dan diancam dengan pembredelan, semua organisasi politik dan ormas dikooptasi melalui jaringan koorporatis yang sengaja dibangun untuk mengutkan control Negara atas kekuatan masyarakat”.[8]

Dengan temeng undang undang tersebut mereka benar benar mencapai obsesi, untuk beberapa tahun mereka diberi kesempatan bersenang senang, berkonco,membangun status quo dan menghimpun kekayaan hingga pada saatnya Tuhan yang Maha Esa menetapkan:
“Bagaimana pendapatmu jika kamu berikan kepada mereka kenikmatan hidup beberapa tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna lagi bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya, dan Kami tidak membinasakan suatu negeripun melainkan sesudah ada baginya orang orang yang memberi peringatan untuk dijadikan pemikiran. Dan Kami sekali kali tidak berlaku dzalim”.[9]
Kedudukan yuridis filosofis konstitusi sebuah Negara
Secara Ontologis Konstitusi sebuah Negara memiliki nilai Norma Fundamental dan bersifat Regulatif, maka konstitusi Negara Indonesia yang tertuang dalam undang undang Dasar 1945 harus mampu mengisi norma norma hukum bawahannya secara berjenjang. Norma hukum yamg dibawah terbentuk berdasar dan bersumber pada norma hukum yang lebih tinggi, sehingga tidak terjadi pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dan yang  lebih renda, demikian sebaliknya. Pola piramida konstitusi sebagai sumber tertib hukum seperti ini telah benyak dikembangkan dlam wacana keilmuan dan profesi oleh banyak pakr seperti; Notonegoro, At Tamimi, Nawiasky, Kelsen dan lain lain.[10]

Indonesia, menurut penegasan yurdis formal UUD 1945 BabXI pasal 29, adalah negara berdasar atas ketuhanan yang Maha Esa. Mengikuti orientasi Ontologis Attamimi Nilai Suprem Ketuhanan yang termuat dalam ketuhanan yang Maha Esa harus mengisi dan menjadi bobot pembukaan 1945, Batang tubuh UUD 1945, TAP MPR, Hukum dasarb tak tertulis, undang undang, peraturan pelaksanaan dan peraturan Otonom dan lain lain.
Dalam teori Kelsen, norma norma hukum yang berjenjang membentuk sebuah pyramid(stufenbau dan Recht), mulai dari; Grundnorm Norma norma konstitusional(Hukum positif), Undang undang Organik, Norma norma yang mendapatkan kewenangan berdasarkan tingkat ketiga, lalu tingkat n sebagai tingkat terendah dalam teori Kelsen.(lihat bagan I dan II).


[1] H.Dahlan Thaib, SH.,MSi. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, hlm 14 Liberty Yogyakarta 1999.
[2] W.J.S.Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia Balai Pustaka Jakarta 1984
[3] H.Dahlan Thaib, SH.,MSi. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, hlm 14 Liberty Yogyakarta 1999.
[4] Ibid halaman 16 -17
[5] Al Imam As Syahid Hasan Al Banna, Majmu’at Rasail. Al Muassasah Al Islamiyah Beirut ed.III tahun 1984 halaman 318
[6] H.Dahlan Thaib, SH.,MSi. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, hlm 14 Liberty Yogyakarta 1999.
[7] Dr.Moh.Mahfud MD, Amandemen Menuju Reformasi Tata Negara. UII Press Yogyakarta Tahun 1999 halaman 40
[8] Ibid halaman 41
[9] Al Qur’an Surat As Syu’ara’ (26) ayat 205-209
[10] [10] Dr.Suyadi,SH. Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, halaman 101. Lukman Offset Yogyakarta 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar